Skip navigation

Perkembangan Kehidupan Ekonomi Bangsa Indonesia Pada Masa Orde Baru

a.Kebijakan Ekonomi Pemerintah  Orde Baru

Untuk menangani masalah ekonomi pada  masa awal orde baru,  Soeharto mencanangkan  sasaran pembangunan secara tegas. Pemerintahan orde baru memiliki slogan yang menunjukkan fokus utama mereka dalam memberlakukan kebijakan ekonomi, yaitu Trilogi Pembangunan.

Trilogi pembangunan adalah wacana pembangunan nasional yang dicanangkan oleh pemerintah orde baru di Indonesia sebagai landasan penentuan kebijakan politik, ekonomi, dan sosial dalam melaksanakan pembangunan negara.

Trilogi Pembangunan dibuat karena Indonesia mengalami inflasi yang sangat tinggi pada awal tahun 1966, kurang lebih sebesar 650% setahun.   

Pembangunan yang dijalankan Orde Baru bertumpu pada  Trilogi Pembangunan Bagi Soeharto pembangunan  bisa berjalan  selama ada jaminan stabilitas keamanan. Oleh karena itu, Soeharto tidak mentoleransi  adanya gangguan  pembangunan dari sisi keamanan.

Dilihat dari  sisi kebijakan ekonomi pemerintah mencanangkan program rehabilitasi ekonomi Orde Baru yang berlandaskan pada TAP MPRS No.XXIII/1966 yang mengharuskan masalah perbaikan ekonomi rakyat di atas segala soal-soal nasional yang lain termasuk soal politik.       

Dalam menjalankan ketetapan MPRS No. XXIII  tanggal 5 Juli 1966 tentang Pembaruan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan,  dilaksanakan dalam  tiga tahap  pembangunan yaitu :

  1. Tahap penyelamatan untuk mencegah  kemerosotan ekonomi agar tidak menjadi buruk lagi
  2. Tahap stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi untuk mengendalikan inflasi dan memperbaiki infrastruktur ekonomi.
  3. Tahap pembangunan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi cukup tinggi.

Guna mewujudkan perbaikan ini maka pemerintah berusaha untuk mengatasi dampak dari hiperinflasi dan menyusun APBN. Bersamaan dengan hal tersebut pemerintah juga berusaha untuk segera mengurusi hutang luar negeri dan mencari hutang lagi dengan bunga rendah agar bisa melakukan rehabilitasi dan juga untuk pembangunan ekonomi sampai periode berikutnya. Kebijakan ini akhirnya menunjukan keberhasilan dalam mengatasi hiperinflasi yang semula 650 % pada tahun 1966 menjadi 8,88% pada tahun 1971.

 Orde baru menerapkan tiga langkah  pembangunan ekonomi  sebagai berikut:

  • Berusaha mengembalikan kepercayaan  pihak luar negeri dengan menjadwalkan kembali pelunasan  utang luar negeri.
  • Pengendalian inflasi yang tidak terkontrol melalui program impor komoditas besar besaran yang dibiayai oleh  pinjaman pinjaman  hasil negoisasi
  • Mengundang investor sebesar besarnya terutama investor asing untuk mendorong pertumbuhan ekonomi

Kemandirian bangsa ingin diwujudkan oleh pemerintahan Presiden Soeharto melalui dua tahap pembangunan jangka panjang (PJP) dalam kurun 25 tahunan melalui program pembangunan lima tahunan (Pelita). Melalui skenario pembangunan yang dilakukan dalam dua tahapan pembangunan jangka panjang (PJP) itu Indonesia diproyeksikan akan keluar sebagai salah satu negara terbesar di dunia, baik secara ekonomi, kemampuan teknologi, maupun hankam.

Selain menekankan pertumbuhan, kepemimpinan Presiden Soeharto juga memperhatikan aspek pemerataan pembangunan yang menandakan kebijakannya pro rakyat. Pemerataan itu diaplikasikan melalui delapan jalur pemerataan yaitu; Pertama, pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok yang ditekankan pada pemenuhan kebutuhan pangan, kebutuhan sandang dan papan. Kedua, pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan. Ketiga, pemerataan pembagian pendapatan. Keempat, pemerataan kesempatan kerja. Kelima, pemerataan kesempatan berusaha. Jalur ini dilakukan dengan kebijakan untuk mempermudah permodalan usaha yang salah satunya melalui kebijakan perkreditan. Keenam, pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya generasi muda dan wanita. Ketujuh, pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air. Kedelapan, kesempatan memperoleh keadilan.      

Beberapa kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pada masa orde baru adalah:

1)       Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita)

Repelita atau Rencana Pembangunan Lima Tahun adalah kebijakan orde baru dalam bidang ekonomi yang dimulai pada tahun 1969 sampai tahun 1994 yang bertujuan untuk meningkatkan sarana ekonomi, kegiatan ekonomi serta kebutuhan sandang dan pangan. Repelita ini akan dievaluasi selama lima tahun sekali.  Upaya pemerintah orde baru untuk meningkatkan ekonomi secara nasional berhasil dengan menggunakan Repelita, diantaranya  terwujudnya swasembada pangan nasional pada tahun 1984.

Repelita dibagi menjadi beberapa tahap Pelita (Pembangunan Lima Tahun) seperti berikut ini:

  1. Pelita I(1 April 1969-31 Maret 1974) Sasaran utama yang hendak dicapai adalah pangan, sandang, papan, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Pertumbuhan ekonomi berhasil naik 3 sampai 5,7% sedangkan tingkat inflasi menurun menjadi 47,8%. Namun, kebijakan pada masa Repelita I dianggap menguntungkan investor Jepang dan golongan orang-orang kaya saja. Hal ini memicu timbulnya peristiwa Malapetaka Lima Belas Januari (Malari).
  1. Pelita II(1 April 1974 - 31 Maret 1979) menitikberatkan pada sektor pertanian dan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
  2. Pelita III(1 April 1979-31 Maret 1984) Pelita III menekankan pada Trilogi Pembangunan dengan menekankan pada azas pemerataan.
  3. Pelita IV(1 April 1984 - 31 Maret 1989) menitikberatkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dengan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin sendiri.
  4. Pelita V(1 April 1989-31 Maret 1994) menitikberatkan pada sektor pertanian untuk memantapkan swasembada pangan, meningkatkan produksi pertanian, menyerap tenaga kerja, dan mampu menghasilkan mesin-mesin sendiri.
  5. Pelita VIdimulai pada tahun 1994, pembangunan berfokus pada pada sektor ekonomi, industri, pertanian dan peningkatan sumber daya manusia.

 2)    Bekerjasama  dengan negara negara barat dari lembaga keuangan  seperti IMF dan Bank Dunia.

Dengan melibatkan  para teknokrat  dari Universitas Indonesia,  Soeharto akhirnya  memperoleh pinjaman  dari negara negara barat dari lembaga keuangan  seperti IMF dan Bank Dunia. Bahkan negara negara kreditor tidak hanya bersedia  menjadwalkannya kembali , tetapi mereka juga  membentuk konsorsium untuk memberikan utang kepada Indonesia.  Konsorsium ini dikenal dengan nama  Inter Govermental Group on Indonesia  atau IGGI.

Rezim Orde Baru sejak awal berdirinya  memang dekat dengan kepentingan Amerika, namun Amerika tidak memberikan utang secara langsung lewat mekanisme bilateral. Amerika  menggunakan lembaga IMF untuk menguncurkan dana bantuan.  Hubungan IMF dengan Orde Baru merupakan awal mula ketergantungan pembangunan ekonomi Indonesia terhadap pihak  eksternal atau luar negeri.

3)       Pemberlakuan Undang Undang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modalam dalam negeri ( PMDM)

Dua Undang undang  yaitu  Undang Undang No 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang Undang Nomor 6 Tahun 1968  Penanaman Modal Dalam Negeri  (PMDN)  dibuat untuk membuka perekomian dan menggiatkan kembali dunia usaha swasta. Kebijakan ini didesain oleh ahli ahli ekonomi dan tenaga tenaga professional yang selama itu mempunyai hubungan dengan Angkatan Darat.

4)       Pemulihan di Bidang Ekonomi Mulai 1966 – 1973

Tujuan dasar dari kebijakan orde baru adalah pembangunan ekonomi negara dengan bergabung kembali ke dalam jajaran ekonomi dunia yaitu menjadi anggota IMF (International Monetary Fund), menjadi anggota PBB kembali dan anggota Bank Dunia pada kurun waktu akhir tahun 1960an. Langkah ini akhirnya memulai aliran bantuan keuangan dan bantuan asing dari negara Barat dan juga Jepang ke Indonesia. Kemudian untuk mengatasi hiperinflasi, Soeharto mengandalkan para teknokrat ekonomi yang sebagian besar dididik di Amerika Serikat untuk membuat rencana guna memulihkan ekonomi.

5)       Pertumbuhan Ekonomi dan Intervensi Pemerintah (1974 – 1982)

Kebijakan orde baru tetap menjaga pertumbuhan ekonomi tahunan yang cepat diatas angka 5%. Indonesia saat itu juga mendapat keuntungan secara signifikan dari perdagangan minyak di tahun 1970an sehingga sektor publik mampu berperan besar dalam perekonomian dengan berinvestasi dalam pembangunan daerah, sosial, infrastruktur dan mendirikan industri dalam skala besar. Namun sebagai akibat dari rakyat yang merasa diabaikan dari keuntungan ini terjadi sejarah peristiwa Malari pada tahun 1974, yang berawal dari protes terhadap banyaknya pemodal asing di Indonesia. Sejak itu aturan mengenai investasi asing diperketat dan diganti dengan kebijakan memberi perlakuan khusus terhadap pribumi.

6)       Ekspor dan Deregulasi sejak 1983 – 1996

Hutang luar negeri bertambah dengan jatuhnya harga minyak sejak awal 1980an dan reposisi mata uang pada tahun 1985 sehingga pemerintah harus melakukan berbagai kebijakan orde baru untuk memulihkan kondisi makroekonomi. Berbagai tindakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi didorong oleh ekspor, seperti pembebasan bea cukai termasuk impor dan pengulangan devaluasi rupiah. Selain itu pemerintah juga mengizinkan berbagai pendirian bank swasta baru, kebebasan bank asing beroperasi di luar Jakarta, yang kemudian justru menjadi masalah yang menambah krisis di Indonesia pada akhir 1990an, selain dari berbagai penyimpangan pada masa orde baru yang juga menjadi faktor penyebab runtuhnya orde baru dan akhir masa pemerintahan Orde Baru.

 

b. Kondisi Ekonomi pada akhir pemerintahan Orde Baru

Krisis moneter yang melanda negara negara di ASIA Tenggara mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ekonomi Indonesia ternyata belum mampu  untuk menghadapi krisis global tersebut.       

Pada pertengahan 1997 Indonesia diterpa krisis moneter. Saat itu krisis keuangan menerpa hampir seluruh Asia Timur pada Juli 1997. Krisis Asia yang dimulai di Thailand menghantam Indonesia kemudian berkembang menjadi krisis ekonomi. bermula dari jatuhnya nilai tukar rupiah. Dampaknya menyebar ke seluruh sendi perekonomian negara, hingga memunculkan gejolak sosial-politik dan tuntutan reformasi. Rupiah selama ini berada dalam kisaran Rp 2.500/US$, namun nilai itu segera merosot pada Juli 1997. Pada Agustus 1997, nilai rupiah turun 9 persen. Bank Indonesia mengakui tidak bisa membendung rupiah terus merosot. Pada Januari 1998, rupiah tenggelam hingga level Rp 17.000/US$ atau kehilangan 85 persen. Kondisi itu membuat hampir semua perusahaan modern di Indonesia bangkrut. Kondisi ekonomi yang kacau membuat Indonesia kehilangan kepercayaan dan investor pergi meninggalkan Indonesia. Imbasnya, kredit macet di mana-mana membuat belasan bank merugi.

Ketika kondisi rupiah semakin melemah,  maka pertumbuhan ekonomi Indonesia  menjadi 0 % dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia mengalami keterpurukan yaitu dengan dilkuidasinya  sejumlah Bank pada tahun 1997.  Krisis moneter telah mempengaruhi aktivitas ekonomi lainnya. Kondisi perekonomian Indonesia semakin memburuk karena pada akhir tahun 1997 persediaan  9 bahan pokok (Sembako) dipasaran mulai menipis.  Hal ini menyebabkan  harga harga barang naik tidak terkendali sehingga biaya hidup semakin tinggi. Untuk mengatasi kesulitan moneter,  pemerintah meminta bantuan IMF, namun kuncuran dana dari IMF belum terealisasi. Faktor lain  yang menyebabkan krisis ekonomi Indonesia  tidak terlepas dari masalah hutang luar negeri, penyimpangan terhadap pasal  33 UUD 1945 dan pola pemerintahan yang sentralistik.  

Kondisi perekonomian Indonesia  semakin meneguhkan anggapan para pengamat dalam dan luar negeri bahwa rezim ini sudah terbelit Nepotisme, Kolusi  dan Korupsi (KKN). Hal ini menyebabkan munculnya aksi  demonstrasi  sebagai  akibat dampak dari kondisi bangsa Indonesia saat itu. Pada Mei 1998 demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa sudah turun ke jalan-jalan. Mereka menuntut perbaikan ekonomi dan reformasi total.  

c. Berakhirnya Pemerintahan  Orde Baru.

 Pengunduran Diri Presiden Soeharto, Tanggal 21 Mei 1998

Orde Baru identik dengan Suharto yang menjadi menjadi presiden selama era Orde Baru berlangsung, perekonomian Indonesia berkembang pesat. Pembangunan infrastruktur yang meningkat dan merata, sehingga dapat dinikmati masyarakat. Sayangnya, perkembangan itu dibarengi dengan praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang merajalela.

Krisis multidimensi yang  melanda bangsa Indonesia telah mengurangi kepercayaan terhadap kepemimpinan Presiden Soeharto. Berbagai aksi damai dilakukan mahasiswa dan masyarakat. Demonstrasi  yang dilakukan oleh para mahasiswa  semakin gencar setelah pemerintah mengumumkan  kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998.  Klimaksnya, Demontransi semakin marak dan meluas hingga berlangsung di daerah-daerah. Pada 12 Mei, empat mahasiswa tertembak saat demonstrasi di depan Universitas Trisakti.  Tragedi Trisakti  mendorong munculnya solidaritas dari kalangan kampus dan masyarakat yang menentang  kebijakan pemerintah yang dianggap  tidak demokratis dan tidak merakyat. Peristiwa tersebut merupakan titik balik dengan demontrasi yang semakin marak. Demonstrasi yang terjadi berujung dengan kerusuhan masal. Terjadi pembakaran dan penjarahan. 

Periode 1997-1998 merupakan masa kelam bagi Indonesia. Anjloknya perekonomian nasional disusul dengan berakhirnya rezim Orde Baru. Presiden Soeharto mundur pada 21 Mei 1998 karena besarnya gelombang demonstrasi di banyak daerah. Orde Baru yang berusia tiga dasawarsa lebih,  ambruk diterjang badai krisis ekonomi yang melanda negeri sejak 1997.

Rangkuman

  1. Arah kebijakan pembangunan pada masa Orde baru ditujukan kepada pembangunan disegala bidang yang pelaksanaannya tertumpu dalam suatu program yang disebut dengan Trilogi Pembangunan.
  2. Repelita atau Rencana Pembangunan Lima Tahun adalah kebijakan orde baru dalam bidang ekonomi yang dimulai pada tahun 1969 sampai tahun 1994 yang bertujuan untuk meningkatkan sarana ekonomi, kegiatan ekonomi serta kebutuhan sandang dan pangan. Repelita ini akan dievaluasi selama lima tahun sekali. Upaya pemerintah orde baru untuk meningkatkan ekonomi secara nasional. Repelita dibagi menjadi beberapa tahap Pelita (Pembangunan Lima Tahun).
  3. Hubungan IMF dengan Orde Baru merupakan awal mula ketergantungan pembangunan ekonomi Indonesia terhadap pihak eksternal atau luar negeri.
  4. Pada pertengahan 1997 Indonesia diterpa krisis moneter. Krisis moneter di Asia yang dimulai di Thailand menghantam Indonesia kemudian berkembang menjadi krisis ekonomi. Kondisi tersebut semakin meneguhkan anggapan para pengamat dalam dan luar negeri bahwa rezim ini sudah terbelit Nepotisme, Kolusi  dan Korupsi (KKN). Hal ini menyebabkan munculnya aksi  demonstrasi  sebagai  akibat dampak dari kondisi bangsa Indonesia saat itu. Pada Mei 1998 demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa sudah turun ke jalan-jalan. Mereka menuntut perbaikan ekonomi dan reformasi total.
  5. Periode 1997-1998 merupakan masa kelam bagi Indonesia. Anjloknya perekonomian nasional disusul dengan berakhirnya rezim Orde Baru. Presiden Soeharto mundur pada 21 Mei 1998 karena besarnya gelombang demonstrasi di banyak daerah.
  6. Orde Baru yang berusia tiga dasawarsa lebih ambruk diterjang badai krisis moneter  yang melanda negeri sejak 1997 yang berkembang menjadi krisis  ekonomi  dan krisis multidimensi. Hal ini menyebabkan kepercayaan  terhadap pemerintah berkurang yang menyebabkan Presiden Soeharto mengundurkan diri  sebagai Presiden RI. Dengan pengunduran diri Soeharto menandai berakhirnya masa Orde Baru.

License: public domain