Skip navigation

Perkembangan Kehidupan Politik Masa Orde Baru

Kebijakan Politik Pemerintah Orde Baru

Kebijakan politik  yang dikeluarkan  oleh pemerintah orde baru  yaitu kebijakan politik dalam negeri dan luar negeri. Masing-masing kebijakan tentunya dikeluarkan berdasarkan kebutuhan Negara.

1.    Kebijakan Politik Dalam Negeri
a.      Pelaksanaan pemilu 1971

Pemilu yang sudah diatur melalui SI MPR 1967 yang menetapkan pemilu akan dilaksanakan pada tahun 1971 ini, berbeda dengan pemilu pada tahun 1955 (orde revolusi atau orde lama). Pada pemilu ini para pejabat pemerintah hanya berpihak kepada salah satu peserta Pemilu yaitu Golkar. Dan kamu tahu? Golkar lah yang selalu memenangkan pemilu di tahun selanjutnya yaitu tahun 1977, 1982, 1987, 1992, hingga 1997.

b.    Penyederhanaan partai politik

Pada tahun 1973 setelah dilaksanakan pemilihan umum yang pertama pada masa Orde Baru pemerintahan pemerintah melakukan penyederhanaan dan penggabungan (fusi) partai- partai politik menjadi tiga kekuatan sosial politik. Penggabungan partai-partai politik tersebut tidak didasarkan pada kesamaan ideologi, tetapi lebih atas persamaan program. Tiga kekuatan sosial politik itu adalah:

    1. Partai Persatuan Pembangunan(PPP) yang merupakan gabungan dari NU, Parmusi, PSII, dan PERTI
    2. Golongan Karya
    3. Partai Demokrasi Indonesia(PDI) yang merupakan gabungan dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo

Penyederhanaan partai-partai politik ini dilakukan pemerintah Orde Baru dalam upaya menciptakan stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengalaman sejarah pada masa pemerintahan sebelumnya telah memberikan pelajaran mengenai  perpecahan yang terjadi dimasa Orde Lama karena adanya perbedaan ideologi politik dan ketidakseragaman persepsi serta pemahaman Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi di Indonesia.

 c.    Dwifungsi ABRI

Dwifungsi ABRI adalah peran ganda ABRI sebagai kekuatan pertahanan keamanan dan sebagai kekuatan sosial politik. Sebagai kekuatan sosial politik ABRI diarahkan untuk mampu berperan secara aktif dalam pembangunan nasional. ABRI juga memiliki wakil dalam MPR yang dikenal sebagai Fraksi ABRI, sehingga kedudukannya pada masa Orde Baru sangat dominan

d.    Indokrinasi Pancasila  melalui  Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4)

Soeharto memiliki tafsir sendiri terhadap Pancasila dan tafsir  Soeharto bersifat mutlak pada masa Orde Baru. Pada  tanggal 12 April  1976, Soeharto mengumumkan gagasannya mengenai    Ekaprasetia Pancakarsa. Gagasan tersebut kemudian  diformalkan melalui  TAP MPR Nomor IV / 1978  mengenai Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau biasa dikenal  dengan P4. Kebijakan politik pada masa orde baru melibatkan penyusunan P4. P4 atau Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila yang juga dikenal dengan istilah Ekaprasetia Pancakarsa bertujuan untuk memberi pemahaman mengenai Pancasila bagi seluruh masyarakat. Tidak ada organisasi yang diizinkan untuk menggunakan ideologi selain Pancasila, juga diberikan penataran P4 untuk pegawai negeri sipil. Sejak tahun 1978  diselenggarakan penataran P4  secara menyeluruh  kepada semua lapisan masyarakat.

e.    Program Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) / Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK)

Pemerintah  orde baru menerapkan  kebijakan NKK/ BKK untuk mengubah format organisasi  kemahasiswaan dengan melarang  mahasiswa terjun kedalam politik praktis. Dasarnya adalah  Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0457/0/1990 tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi. Melalui menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed  Joesoef, rezim Orde Baru membungkam  aksi kritis  mahasiswa  terhadap jalannya pembangunan dan kebijaksanaan pemerintah saat itu,

2.  Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia

a.     Menghentikan Konfrontasi dengan Malaysia

Pemerintah Orde Lama yang condong kepada blok komunis melihat berdirinya negara federasi Malaysia yang didukung Inggris dipandang oleh pemerintah Orde Lama sebagai proyek neokolonialisme yang harus diwaspadai. Untuk menyikapi berdirinya Federasi Malaysia, Orde lama membentuk Komando Dwikora yang menandai dimulainya konfrontasi dengan Malaysia.

Orde Baru menilai konfrontasi dengan Malaysia yang diawali kecurigaan pemerintah Orde Lama terhadap terbentuknya negara Federasi Malaysia yang dianggap sebagai agen neokolonoalisme dapat merugikan pembangunan Indonesia harus segera diakhiri. Konfrontasi itu diakhiri penandatanganan persetujuan Normalisasi Hubungan dengan Malysia. Penandatanganan persetujuan dilangsungkan di Ruang Pancasila Gedung Departemen Luar Negeri di Jakarta pada tanggal 11 Agustus 1966. Maka konfrontasi yang dimuali tahun 1964 dapat berakhir tahun 1966.

Untuk memulihkan hubungan diplomatik, dilakukan penandatanganan perjanjian antara Indonesia yang diwakili oleh Adam Malik dan Malaysia yang diwakili oleh Tun Abdul Razak pada tanggal 11 Agustus 1966 di Jakarta. Pemulihan hubungan diplomatik dengan Singapura melalui pengakuan kemerdekaan Singapura pada tanggal 2 Juni 1966. Pengakuan tersebut dilakukan kepada Perdana Menteri Lee Kwan Yeuw.

Dengan penghentian konfrontasi itu, pemerintah Orde baru berusaha menciptakan iklim kehidupan bertetangga baik dengan negara sekitarnya. Semua itu diciptakan dalam rangka lebih menggiatkan pembangunan.

b.   Indonesia Kembali Menjadi Anggota PBB 

Pada tanggal 7 Januari 1965, Presiden Soekarno mengumumkan Komando Indonesia keluar dari PBB. Salah satu sebabnya Malaysia yang baru berdiri dan dicurigai oleh pemerintah Orde Lama sebagai proyek neokolonialisme dapat terpilih dalam Dewan Keamanan PBB. Duduknya Malaysia di Dewan Keamanan PBB diprotes Indonesia yang diwujudkan dengan jalan Indonesia keluar dari PBB. Keluarnya Indonesia dari PBB ini ternyata mengucilkan Indonesia dari pergaulan internasional. Akibatnya, Indonesia semakin akrab dengan negara-negara komunis.

Sejak tanggal 28 September 1966, Indonesia kembali aktif menjadi anggota PBB. Dengan demikian terbuka kembali bagi Indonesia jalan untuk melangsungkan hubungan internasional dalam arti yang luas berdasarkan pada semangat politik luar negeri bebas aktif.

c.    Pembentukan ASEAN

Dari tanggal 5 sampai 8 Agustus 1967, lima menteri luar negeri negara-negara di kawasan Asia Tenggara berkumpul di Bangkok, Thailand. Mereka terdiri dari Adam Malik (Indonesia), Tun Abdul Rajak (Malaysia), Narsisco Ramos (Filipina), Rajaratman (Singapura), dan Thanat Khoman (Thailand).

Para menteri luar negeri tersebut tengah mengadakan konferensi untuk menciptakan kerjasama negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Hasil konferensi itu dituangkan dalam sebuah dokumen yang disebut Deklarasi Bangkok.

Deklarasi tersebut berisi pernyataan persetujuan kelima menteri luar negeri negara-negara Asia tenggara untuk membentuk sebuah organisasi yang bukan persekutuan militer yang disebut ASEAN (Association of South East Asia Nations).

Tujuan ASEAN  meliputi kerjasama untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya, yaitu:

    1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan perkembangan kebudayaan di Asia Tenggara;
    2. Memajukan stabilitas dan perdamaian regional Asia Tenggara;
    3. Memajukan kerjasama aktif dan bantuan bersama diantara negara-negara di bidang ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi;
    4. Dalam bidang pendidikan, saling menyediakan bantuan satu sama lain dalam bentuk fasilitas latihan dan bentuk penelitian;
    5. Kerjasama dalam bidang pertanian, industri, perdagangan, transportasi, dan komunikasi serta tarap-tarap peningkatan kehidupan rakyat;
    6. Memajukan penelitian bersama tentang masalah-masalah Asia tenggara;
    7. Memelihara dan meningkatkan kerjasama dengan organisasi-organisasi regional dan internasional yang ada.

              Untuk mencapai tujuan tersebut, setiap tahun para menteri luar negeri negara-negara ASEAN rutin mengadakan pertemuan. Selain itu, untuk tingkat kepala negara, ASEAN mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT). Sesuai dengan namanya “Perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara” maka keanggotaan ASEAN terbuka bagi semua bangsa yang ada di wilayah Asia Tenggara.

              d.   Mengisi Kemerdekaan dengan Pembangunan

              Untuk apa Bangsa Indonesia merebut, memperjuangkan, dan selalu mempertahankan kemerdekaannya? Semua itu termaktub dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: “….untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia….”.

              Dengan demikian, kemerdekaan Indonesia itu diperjuangkan untuk mencapai tujuan di atas. Bagi rakyat Indonesia kemerdekaan itu bukan tujuan akhir tapi sarana untuk mencapai tujuan. Tujuan  hanya dapat dicapai apabila ada upaya dan usaha untuk mewujudkannya. Usaha dan upaya itulah yang pada masa Orde Baru disebut pembangunan. Dengan demikian pembangunan adalah proses perubahan yang terus-menerus demi kemajuan dan perbaikan menuju tujuan yang hendak dicapai. Adapun tujuan yang hendak dicapai itu, dalam perspektif pemerintahan Orde Baru ialah terciptanya masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila.

              Pembangunan seperti tersebut tidak mungkin terwujud dalam waktu singkat. Usaha mewujudkannya memerlukan waktu yang panjang melalui tahapan-tahapan pembangunan. Dalam kaitan itu pemerintah Orde Baru membuat tahapan-tahapan dalam pembangunan. Tahapan tersebut ada yang disebut dengan pembangunan Jangka Panjang dan Pembangunan Jangka Pendek. Pembangunan Jangka Panjang berkisar antara 25-30 tahun sedangkan Pembangunan Jangka Pendek memakan waktu 5 tahun. Pembangunan lima tahun inilah yang kemudian dikenal dengan Pelita.

              Pemerintah Orde Baru memulai pembangunan lima tahunnya sejak tanggal 1 April 1969. Pembangunan tersebut dapat berjalan setelah berhasil memantapkan stabilitas politik sejak bulan Oktober 1966.

              e.    Pemutusan Hubungan dengan Tiongkok

              Berbeda dengan pemerintahan Soekarno yang pro kepada RRC dan berporos pada Beijing sehingga menyebabkan paham komunis tumbuh subur di Indonesia, kebijakan politik masa orde baru justru memutuskan hubungan dengan RRC. Kebijakan politik Indonesia tidak lagi berjalan dengan bebas dan aktif seperti sebelumnya, maka pemerintah Orba mengambil tindakan untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan RRC dan meniadakan segala hal yang berbau Cina di Indonesia.

              f.     Bergabungnya Timor Timur

              Ketika Indonesia merdeka, Timor Timur yang jaraknya sangat dekat dengan Indonesia masih menjadi jajahan bangsa Portugis. Hal ini sangat mempengaruhi kondisi Nusa Tenggara Timur dan Barat yang letaknya dekat dengan Timor Timur. Terlebih setelah kudeta di Portugis pada 1974, pergolakan di Timor Timur terus terjadi dan menyebabkan beberapa pihak ingin bergabung dengan Indonesia. Keinginan itu disampaikan secara resmi pada tanggal 7 Juni 1976. 10 hari kemudian Presiden Soeharto memutuskan penggabungan Timor Timur ke Indonesia yang menjadi propinsi ke 27. Walaupun demikian, Fraksi Fretelin terus berjuang untuk mendapatkan kemerdekaan, hingga pada tahun 1999 ketika Orba berakhir rakyat Timor Timur melakukan referendum untuk lepas lagi dari RI dan mendirikan negara sendiri yang berdaulat

              3.    Penguatan Peran Negara pada Masa Orde Baru

              Program utama pemerintah Orde Baru adalah menciptakan stabilitas politik dan ekonomi yang mantap karena pencapaian stabilitas politik tersebut merupakan prasyarat bagi tercapainya pembangunan ekonomi. Pada masa Orde Baru peran negara sangat kuat.

              Ciri-ciri sistem politik Orde Baru, antara lain :

              1.     Dwi Fungsi ABRI;

              Dwi Fungsi adalah suatu doktrin di lingkungan militer Indonesia yang menyebutkan bahwa TNI memiliki dua tugas, yaitu menjaga keamanan dan ketertiban negara serta memegang kekuasaan dan mengatur negara. Dengan peran ganda ini, militer di izinkan untuk memegang posisi di dalam pemerintahan.

               2.    Konsep massa mengambang;

              Memberlakukan konsep massa mengambang (floating muss) sebagai dasar pembangunan politik di daerah pedesaan, penyederhanaan jumlah partai politik di Indonesia, dan memberlakukan Pancasila sebagai asas tunggal bagi seluruh partai politik (parpol) dan organisasi massa (ormas) yang ada di Indonesia.

              3.    Korporatisasi negara;

              Pemerintahan Suharto menerapkan kebijakan korpotatisasi negara (state corporatism). Kelompok-kelompok masyarakat dari berbagai unsur, seperti buruh, pers, perempuan, kelompok profesi, dan organisasi keagamaan dikooptasi dan ditempatkan kedalam wadah-wadah tunggal sebagai ormas kepanjangan tangan pemerintah.

              4.    Sentralisasi pemerintahan;

              Peranan pemerintah pusat sangat menentukan dan pemerintah daerah hanya sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat. Akibatnya, terjadilah ketimpangan ekonomi antara pusat dan daerah.

              5.    Program bantuan luar negeri

              Melalui lembaga IGGI (International Governmental Group for Indonesia) pemerintah telah berhasil mengusahakan bantuan luar negeri, di samping mengadakan penangguhan dan peringanan syarat-syarat pembayaran kembali (rescheduling) utang-utang peninggalan Orde Lama.

              6.    Sistem semi perwakilan;

              Penerapan sistem kepartaian yang mengacu pada UU No. 3 Tahun 1985 diyakini telah menghasilkan kestabilan politik yang dicita-citakan sejak awal Orde Baru. Namun, sistem tersebut memperlihatkan keterbatasan dalam menampung aspirasi masyarakat yang lebih luas dan terus berkembang.

              Dampak Menguatnya Peran Negara pada masa Pemerintahan Orde Baru pada bidang politik 

              1. Adanya Pemerintahan yang Otoriter, Presiden mempunyai kekuasaan yang sangat besar dalam mengatur jalannya pemerintahan.
              2.  Dominasi Golkar, Golkar merupakan mesin politik Orde Baru yang paling diandalkan dalam menjadi satu-satunya kekuatan politik di Indonesia yang paling dominan.
              3. Pemerintahan yang Sentralistis, Menguatnya peran negara juga menyebabkan timbulnya gaya pemerintahan yang sentralistis yang ditandai dengan adanya pemusatan penentuan kebijakan publik pada pemerintah pusat. Pemerintah daerah hanya diberi peluang yang sangat kecil untuk mengatur pemerintahan dan mengelola anggaran daerahnya sendiri.

               

              A. Rangkuman

              1. Orde baru juga didefinisikan  sebagai tatanan kehidupan negara dan bangsa yang diletakkan kembali pada pelaksanaan kemurnian Pancasila dan UUD 1945.  Orde Baru merupakan koreksi total atas segala penyimpangan dan penyelewengan kehidupan bangsa dan negara dari jalur Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
              1. Orde baru merupakan suatu istilah yang digunakan  sebagai pembatas  untuk memisahkan  antara periode kekuasaan Presiden Ir. Soekarno (Orde Lama)  dengan periode  kekuasaan presiden Soeharto.
              1. Indonesia telah mengalami beberapa periode sistem pemerintahan semenjak proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945 sampai saat ini. Salah satu sistem pemerintahan yang cukup lama bertahan di Indonesia, adalah masa Orde Baru (Orba).
              1. Masa Orde Baru terjadi di Indonesia setelah mundurnya Presiden Soekarno dan digantikan oleh Soeharto yang mendapatkan mandatnya melalui surat perintah sebelas maret (Supersemar), setelah terjadinya peristiwa G30S PKI di tahun 1965. 
              1. Kebijakan politik yang dikeluarkan  oleh pemerintah orde baru  yaitu kebijakan politik dalam negeri dan luar negeri. Masing-masing kebijakan tentunya dikeluarkan berdasarkan kebutuhan Negara.
              1. Dalam perjalanan politik pemerintahan Orde Baru, peran negara sangat kuat karena kekuasaan Presiden merupakan pusat dari seluruh proses politik di Indonesia.

              License: public domain